Perbedaan antarspesies
Terdapat tiga spesies penting cacing pita Taenia, yaitu Taenia solium, Taenia saginata, dan Taenia asiatica. [2][3] Ketiga spesies Taenia ini dianggap penting karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia, yang dikenal dengan istilah taeniasis dan sistiserkosis.[2]. Adapun perbedaan antarspesies cacing pita Taenia dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.Tabel 1. Perbedaan antara Taenia solium, Taenia saginata dan Taenia asiatica
No. | Keterangan | Taenia solium [1][4] | Taenia saginata [1][4] | Taenia asiatica [5] |
---|---|---|---|---|
1 | Inang definitif dan habitat | Usus halus manusia | Usus halus manusia | Usus halus manusia |
2 | Inang antara | Babi dan manusia | Sapi (utama), kambing, domba | Babi (utama), sapi |
3 | Nama tahap larva | Cysticercus cellulosae | Cysticercus bovis | Cysticercus t.s. taiwanensis |
4 | Ukuran panjang x lebar | (3-8)x 0,01 meter | (4-15) x 0,01 meter | 4-8 meter |
5 | Jumlah segmen | 700-1000 | 1000-2000 | 712 |
6 | Jumlah telur | 30.000-50.000 di setiap segmen | lebih dari 100.000 di setiap segmen |
Siklus Hidup
Cacing pita Taenia dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang definitif. [4] Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia. [4] Bila inang definitif (manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian menembus dinding usus.[4] Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu. [4] Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot antar tulang rusuk. [6]Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis.[1] Taeniasis adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya.[7] Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi [7], sementara Taenia saginata dikenal juga sebagai cacing pita sapi.[7][8]
Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia (sistiserkus) akibat termakan telur cacing Taenia solium (cacing pita babi). [2] Cacing pita babi dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia. [7] Sedangkan kemampuan Taenia asiatica dalam menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti. [3] Terdapat dugaan bahwa Taenia asiatica merupakan penyebab sistiserkosis di Asia. [3]
Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang yang mengandung sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi Taenia dewasa dalam usus manusia. [6] Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang mengandung telur Taenia solium. [9] Hal ini juga dapat terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh individu penderita melalui pengeluaran dan penelanan kembali makanan. [10].
Sumber penularan cacing pita Taenia pada manusia yaitu [11]
- Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau segmen tubuh (proglotid) cacing pita.
- Hewan, terutama babi dan sapi yang mengandung larva cacing pita (sistisekus).
- Makanan, minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur cacing pita.
Penyebaran
Penyebaran di Dunia
Cacing pita Taenia tersebar secara luas di seluruh dunia. [7]. Penyebaran Taenia dan kasus infeksi akibat Taenia lebih banyak terjadi di daerah tropis karena daerah tropis memiliki curah hujan yang tinggi dan iklim yang sesuai untuk perkembangan parasit ini. [12] Taeniasis dan sistiserkosis akibat infeksi cacing pita babi Taenia solium merupakan salah satu zoonosis di daerah yang penduduknya banyak mengkonsumsi daging babi dan tingkat sanitasi lingkungannya masih rendah, seperti di Asia Tenggara, India, Afrika Selatan, dan Amerika Latin. [13] Adapun kasus infeksi cacing pita Taenia di negara tropis dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 2. Kasus Infeksi Cacing Pita Taenia di Negara Tropis
Negara | Kasus |
---|---|
Taiwan, Cina | 1.661 orang penderita taeniasis. [14] |
Brazil | 0,1-0,9 % kejadian sistiserkosis pada manusia. [15] |
Thailand | 5,9% dari 1450 orang positif taeniasis. [16] |
Indonesia | Taeniasis/sistiserkosis terutama ditemukan di Papua, Bali dan Sumatera Utara. Selain itu ditemukan di NTT, Lampung, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat dan Jawa Timur. [17] [3] [9] |
Laos | Kejadian taeniasis mencapai 14% [18] |
Sistiserkosis merupakan infeksi yang sering ditemukan pada babi dan manusia terutama di negara berkembang. [3] Penyebaran sistiserkus pada manusia dipengaruhi oleh kontak antara babi dan feses manusia, tidak adanya pemeriksaan kesehatan daging saat penyembelihan, dan konsumsi daging mentah atau setengah matang.[6] Penyebaran penyakit ini luas karena Taenia dapat memproduksi puluhan bahkan ratusan ribu telur setiap hari yang dapat disebar oleh air hujan ke lingkungan bahkan pada lokasi yang jauh dari tempat pelepasan telur. [4]
[sunting] Penyebaran di Indonesia
Infeksi cacing pita Taenia tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Papua. [22] Di Kabupaten Jayawijaya Papua, Indonesia ditemukan 66,3% (106 orang dari 160 responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae dari babi [3]. Sementara 28,3% orang adalah penderita sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba benjolannya di bawah kulit [3]. Sebanyak 18,6% (30 orang) di antaranya adalah penderita sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala epilepsi [3]. Dari 257 pasien yang menderita luka bakar di Papua, sebanyak 82,8% menderita epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada otak. [3]Prevalensi sistiserkosis pada manusia berdasarkan pemeriksaan serologis pada masyarakat Bali sangat tinggi yaitu 5,2% sampai 21%, sedangkan prevalensi taeniasis di provinsi yang sama berkisar antara 0,4%-23%. [17] Sebanyak 13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami epilepsi di Bali didiagnosa menderita sistiserkosis di otak. [23] Prevalensi taeniasis T. asiatica di Sumatera Utara berkisar 1,9%-20,7%. [17] Kasus T. asiatica di Provinsi ini umumnya disebabkan oleh konsumsi daging babi hutan setengah matang. [17]
Dampak terhadap Kesehatan
Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah[14]:- Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya (95%)
- Gatal-gatal pada anus (77%)
- Mual (46%)
- Pusing (42%)
- Peningkatan nafsu makan (30%)
- Sakit kepala (26%)
- Diare (18%)
- Lemah (17%)
- Merasa lapar (16%)
- Sembelit (11%)
- Penurunan berat badan (6%)
- Rasa tidak enak di lambung (5%)
- Letih (4%)
- Muntah (4%)
- Tidak ada selera makan saat lapar (1%)
- Pegal-pegal pada otot (1%)
- Nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit dan gangguan pernapasan (masing-masing <1%).
Dampak kesehatan yang paling ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing Taenia yaitu neurosistiserkosis yang dapat menimbulkan kematian. [24] Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem saraf pusat akibat sistiserkus dari larva Taenia solium. Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab stroke baik pada manusia yang muda maupun setengah baya[25], epilepsi dan kelainan pada tengkorak. [8] Sistiserkosis merupakan penyebab 1% kematian pada rumah sakit umum di Meksiko City dan penyebab 25% tumor dalam otak [8].
No comments:
Post a Comment