BAB I
PENDAHULUAN
A. Mengenali Demam Typhoid
Demam tifoid (typhoid fever)
atau yang lebih dikenal dengan penyakit tifus ini merupakan suatu
penyakit pada saluran pencernaan yang sering menyerang anak-anak bahkan
juga orang dewasa. Penyebab penyakit tersebut adalah bakteri Salmonella Typhi.
Gejala-gejala yang kerap terjadi antara lain seperti nyeri pada perut, mual, muntah, demam tinggi, sakit kepala dan diare yang kadang-kadang bercampur darah.
Gejala-gejala yang kerap terjadi antara lain seperti nyeri pada perut, mual, muntah, demam tinggi, sakit kepala dan diare yang kadang-kadang bercampur darah.
Penularan penyakit tifus ini, pada umumnya itu disebabkan oleh karena melalui makanan ataupun minuman yang sudah tercemar oleh agen
penyakit tersebut. Bisa juga, karena penanganan yang kurang begitu
higenis ataupun juga disebabkan dari sumber air yang sering digunakan
untuk mencuci dan yang dipakai untuk sehari-hari.
Struktur Antigen Salmonella
a. Antigen
“H” atau antigen flagel dibuat tidak aktif oleh pemanasan di atas 600C
dan juga oleh alcohol dan asam. Kuman ini paling baik disiapkan untuk
tes serologi dengan menambahkan formalin pada biakan kaldu muda yang
bergerak dengan serum yang mengandung antibody
anti H. antigen demikian akan beraglutinasi dengan cepat dalam gumpalan
besar menyerupai kapas. Antigen H ini mengandung beberapa unsure
imunologik. Dalam satu spesies Salmonella
antigen flagel dapat ditemukan dalam salah satu atau kedua bentuk yang
dinamakan fase 1 dan fase 2. organisme cenderung berubah dari satu fase
ke fase lainnya. Ini dinamakan variase fase anti bodi terdapat antigen H
adalah terutama Ig C.
b. Antigen
“O” atau antigen somatic adalah bagian dari dinding sel pada 1000C
terdapat alcohol dan terdapat asam yang encer. Antigen “O” dibuat dari
kuman yang tidak bergerak atau dengan pemberian panas dan alcohol.
Dengan serum yang mengandung anti “O” antigen ini mengadakan aglutinasi
dengan lambat membentuk gumpalan berpasir. Antigen terdapat antigen “O”
terutama Ig M. anti somatic O adalah Lipopolisakarida. Beberapa
polisakarida spesifik O mengandung gula yang unik, diosiribosa.
c. Antigen
“V”, antigen kapsul K khusus yang terdapat pada bagian paling pinggir
dari kuman. Strain-strain yang baru diisolasi dengan anti sera yang
mengandung agglutinin anti “O” . antigen “Vi” dirusak oleh pemanasan
selama satu jam pada 60ºC dan oleh asam fenol. Biakan yang mempunyai
antigen “Vi” cenderung lebih virulen. Antigen K mirip polisakarida
kapsul meningokokus atau Haemophilus sp (E. Jawet,J.L. Melnick, E.A.
Adelberg, 1982).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Patogenesis
Salmonella typhi
adalah bakteri gram negatif, termasuk keluarga Enterobacteriaceae.
Bakteri ini memiliki antigen O9 dan O12 LPS, antigen protein flagelar Hd
dan antigen kapsular Vi. Di Indonesia beberapa isolate memiliki jenis
flagella yang unik yaitu Hj (2). Seseorang terinfeksi Salmonella typhi
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri tersebut. Waktu
inkubasi sangat tergantung pada kuantitas bakteri dan juga host
factors. Waktu inkubasi umumnya berkisar antara 3 hari sampai > 60
hari .
Organisme yang masuk ke dalam
tubuh akan melewati pilorus dan mencapai usus kecil. Organisme secara
cepat berpenetrasi ke dalam epitel mukosa melalui sel-sel microfold atau
enterocytes dan mencapai lamina propria, di mana secara cepat ditelan
oleh makrofag. Beberapa bakteri masih berada di dalam makrofag jaringan
limfoid usus kecil. Beberapa mikroorganisme melewati sel-sel
retikuloendotelial hati dan limpa. Salmonella typhi dapat bertahan dan bermultiplikasi dalam sel-sel fagosit mononuclear folikel-folikel limfoid, hati dan limpa (3).
Pada fase bakteremia, organisme
menyebar ke seluruh bagian tubuh. Tempat yang paling banyak untuk
infeksi sekunder adalah hati, limpa, sumsum tulang, empedu dan Peyer’s
Patches dari terminal ileum. Invasi empedu terjadi secara langsung dari
darah atau oleh penyebaran retrograde dari bile. Organisme diekskresikan
ke dalam empedu (melalui reinvasi dinding intestinal) atau ke dalam
feses. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan dan outcome
klinis demam tifoid. Faktor-faktor tersebut adalah lamanya sakit sebelum
memperoleh terapi yang sesuai, pilihan antimikroba yang digunakan,
paparan sebelumnya/riwayat vaksinasi, virulensi strain bakteri,kuantitas
inokulum yang tertelan, host factors (tipe HLA, keadaan imunosupresi,
dan pengobatan lain seperti H2blockers atau antasida yang mengurangi
asam lambung) (3).
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi
molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan
diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan
prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta
timbulnya penyulit.
1. Hematologi
• Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi.
• Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.
• Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.
• LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat
• Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).
2. Urinalis
• Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
• Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
3. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut.
4. Imunorologi
• Widal
Pemeriksaan serologi ini
ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah) terhadap
antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan
test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di
negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji
cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif
dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini
dikenal sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh
banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif palsu atau negatif
palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara
lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain
(Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya
faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh karena
antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
Diagnosis Demam Tifoid /
Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali
nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid
ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.
Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita
yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif
(positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat
itu tetapi dari kontrak sebelumnya.
• Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan
ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih
sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam
Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat
segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/
bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan
pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.
5. Mikrobiologi
• Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji
ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka
diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil
negati, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan
negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain
jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera
dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit
sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah
masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan
sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah
hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk
pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada
pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang
digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/
carrier digunakan urin dan tinja.
6. Biologi molekular.
• PCR
(Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada
cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi
dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman
yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa
darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam menafsirkan hasil
pengujian perlu dipertimbangkan beberapa keterbatasan. Salmonella
merupakan kuman yang tersebar secara luas di sekeliling kita, sehingga
besar sekali kemungkinan seseorang terinfeksi tanpa diketahui. Oleh
karena itu ada kemungkinan bahwa dalam darah seseorang yang tidak sakit
dijumpai sejumlah antibody terhadap Salmonella.Interprestasi hasil
reaksi Widal ditandai dengan adanya aglutinasi pada titer paling rendah.
Beberapa pakar menyatakan bahwa titer agglutinin sebesar 1/40 atau 1/80
masih dianggap normal. Vaksinasi yang diberikan belum lama berselang
dapat meningkatkan titer agglutinin, khususnya agglutinin H. di samping
itu Enterobacteriaceae lain diketahui dapat mengadakan reaksi silang
dengan agglutinin O tetapi tidak dengan agglutinin H. Adanya factor
rheumatoid dalam serum juga dapat menghasilkan positif palsu. Sebaliknya
pada penderita yang telah diberikan antibiotika pada awal penyakit uji
Widal sering menunjukkan hasil negativ, demikian pula bila specimen
tidak ditampung pada saat yang tepat.
Salmonella typhi merupakan
bakteri gram negatif yang dapat menginfeksi manusia melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Untuk mendeteksi infeksi tersebut dilakukan
dengan pemeriksaan Widal atau dengan metode ELISA, dimana pemeriksaan
tersebut mempunyai masing-masing keunggulan dan kelemahan. Pemeriksaan
Widal sering di lakukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah)
terhadap antigen kuman Salmonella typhi dan sebagai uji yang cepat
sehingga dapat segera diketahui. Pemeriksaan ini menggunakan titer yang
ditandai dengan titer paling rendah, akan tetapi hasil dari uji ini
dapat menunjukkan hasil yang positif palsu atau negatif palsu sehingga
pemeriksaan ini sedikit banyak mulai ditinggalkan.
Peran widal dalam diagnosis
demam tifoid sampai saat ini masih kontroversial karena sensitivitas,
spesifisitas dan nilai ramalnya sangat bervariasi tergantung daerah
geografis. Pemeriksaan widal mendeteksi antibodi aglutinasi terhadap
antigen O dan H. Biasanya antibodi O muncul pada hari ke 6-8 dan H pada
hari 10-12 setelah onset penyakit. Pemeriksaan pada fase akut harus
disertai dengan pemeriksaan kedua pada masa konvalesens. Hasil negatif
palsu pemeriksaan widal bisa mencapai 30%. Hal ini disebabkan karena
pengaruh terapi antibiotik sebelumnya. Spesifisitas pemeriksaan widal
kurang begitu baik karena serotype Salmonella yang lain juga memiliki
antigen O dan H. Epitop Salmonella typhi juga bereaksi silang dengan
enterobacteriaceae lain sehingga menyebabkan hasil positif palsu. Hasil
positif palsu juga dapat terjadi pada kondisi klinis yang lain misalnya
malaria, typhus bacteremia yang disebabkan oleh organisme lain dan juga
sirosis.
BAB IV
KESIMPULAN
Wabah
Salmonella dapat terjadi di mana-mana terutama didaerah yang tidak
memperhatikan kebesihan makanan dan air. Salmonella yang mencari makanan
dan minuman dapat berkembang biak dengan cepat karena keadaan
lingkungan. Telah dibahas gejala klinis dan diagnosis laboratorium
penyakit demam tifoid yang disebabkan oleh infeksi Salmonella typhoid
dan Salmonella paratyphoid.
Penyakit ini endemis di
Indonesia dan potensial berbahaya dengan penyulit yang dapat menyebabkan
kematian. Kemampuan para tenaga medis untuk dapat mendiagnosis dini
penting untuk penyembuhan dan pencegahan timbulnya penyulit. Diagnosis
laboratorium meliputi pemeriksaan dari hematologi, urinalisis, kimia
klinis, imunoserologis, mikrobiologi biakan sampai PCR. Penting untuk
mengetahui kelebihan dan disesuaikan dengan waktu (sudah berapa hari
sakit saat akan diperiksa) dengan beberapa metode pemerikasaan yang
biasa digunakan yaitu Widal dan Eliza juga jenis bahan spesimen serta
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
BAB V
PENUTUP
Dari
uraian di atas dapat di tarik kesimpulan mengenai hasil pengumpulan
data bahwa di daerah yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan
kemungkinan besar dapat dengan mudah terinfeksi Salmonella typhoid dan
Salmonella paratyphoid yang datang baik dari unsur makanan dan minuman
yang tela terkontaminasi oleh kuman tersebut. Maka dari itu kebersihan
lingkungan maupun makanan sangatlah penting untuk menjaga agar tidak
terinfksi.
Salmonella merupakan kuman yang
tersebar secara luas di sekeliling kita, sehingga besar sekali
kemungkinan seseorang terinfeksi tanpa diketahui. Oleh karena itu ada
kemungkinan bahwa dalam darah seseorang yang tidak sakit dijumpai
sejumlah antibody terhadap Salmonella.Interprestasi hasil reaksi Widal
ditandai dengan adanya aglutinasi pada titer paling rendah. Beberapa
pakar menyatakan bahwa titer agglutinin sebesar 1/40 atau 1/80 masih
dianggap normal. Vaksinasi yang diberikan belum lama berselang dapat
meningkatkan titer agglutinin, khususnya agglutinin H.
No comments:
Post a Comment